Saturday, December 5, 2015

Ziarah

"Mi, kalau dipikir-pikir kita temenannya lama juga ya? Aku lupa sudah berapa tahun, tapi aku punya banyak ingatan spesifik tentang berbagai kejadian kualamin sama kamu.

"Inget nggak sih waktu kita berdua nonton Festival Film Prancis di BIP? Waktu itu dapetin tiketnya gampang karena peminat film Prancis di Bandung belum banyak. Kita nggak terlalu ngantri waktu ngambil dua tiket buat dua kali screening. Aku masih ingat cerita salah satunya, yang satu lagi lupa. Film pertama yang kita tonton tentang orang utan betina di sebuah kebun binatang di Prancis. Namanya Nénette. Badannya besar, rambut di kepalanya berponi. Kalau Nénette manusia mungkin dia seperti seorang ibu yang anak-anaknya sudah pada dewasa. Sepanjang film dia keliatan sedih, memandang jauh melampaui pemandangan di balik kaca kadangnya. Dia cuek saja sama para pengunjung yang mengajaknya bicara. Dia cuma mau gerak waktu pemberian makanan, atau waktu dikunjungi anaknya Tübo. Seingetku filmnya cuma gitu doang. Nggak heran di tengah film orang-orang mulai gelisah, lalu satu per satu keluar dari teater. Tapi, sama seperti Nénette, kita tetap duduk di tempat kita. Kamu bilang, kamu juga bakalan sedih seandainya dikurung di rumah kaca seumur hidup kamu.

"Kita juga pernah ke kebonbin, kan? Waktu itu kita berdua lagi sama-sama sedih meski sebabnya berbeda. Eh tahunya sepulang dari kebonbin kita malah tambah sedih. Kaki gajahnya dirantai, dan dia kelihatan kurus. Rasanya dobel sedih aja, hewan yang nature-nya besar dan gemuk kok malah kelihatan kurus begitu.

"Kamu nggak suka dijodoh-jodohin sama Darma. Kamu bilang secara fisik, Darma yang badannya bulet bukan tipe kamu banget. Padahal Darma baik, dia mau nganterin kamu ke mana-mana. Ke kampus. Ke rumah. Ke rumah sakit. Cuma dia yang kuat ketika kamu lebih sering ke rumah sakit daripada ke kampus. Kita bertiga pernah makan makan malam bareng-bareng, dan dia maksa buat mentraktir kita semua. Padahal yang dia suka kan cuma kamu. Kamu juga nggak tahu diri ya, pesan macam-macam tapi nggak dihabisin. Alhasil malam itu aku dan Darma pulang dengan perut yang makin buncit. Ya makin jauhlah dia dari tipe fisik ideal cowok yang kamu suka. Kamu sengaja ya?


"Dan inget nggak, Mi? Sambil nunggu pemutaran film kedua, kita ke depan BIP buat beli syal. Dulu di sana orang masih boleh jualan. Waktu itu hujan. Hari sudah gelap. Pedagang kaki lima pakai lampu neon kuning buat menerangi dagangannya. Aku bingung antara syal putih atau oranye. Kamu bilang oranye. Tapi waktu kita masuk lagi ke mall, aku sadar bahwa di bawah sinar lampu normal syal itu sebenarnya berwarna pink! Kamu ngakak, lalu bilang yang 'normal' itu sebenarnya lampu yang di luar. Kita lalu menukar lagi syalnya dengan yang warna putih. Syalnya masih kusimpan, walau sekarang warnanya sudah kekuningan.


"Kamu paling seneng ngejekin aku. Bilang bahwa aku suka cowok bertubuh bulat. Waktu ke kebonbin, tiap ngeliat beruang, orang utan, ataupun babi, muncratlah dari mulutmu satu per satu nama orang dari masa laluku. Apaan sih? Nggak selalu gitu tahu. Haris kan kurus ... Tapi sayang kalian nggak sempat ketemu ... Nggak enaknya adalah tiap kali  meluk dia, aku merasa seperti meluk karpet yang digulung.

"Yang betul itu, secara fisik aku suka orang berdasarkan tatapan mata dan senyum yang terbuka. Coba deh dari atas sana kamu lihat mata orang utan? Keliatan, nggak? Sudah? Matanya seolah nggak menyimpan rahasia, kan?"


-Andika Budiman-
261115
Kupu Bistro
CS Bandung Writers' Club 9th Meeting

No comments:

Post a Comment